Friday, March 02, 2007

The Story of "L" (part 1)


Kegelisahan suatu keharusan dalam mengarungi hidup yang begitu selalu tidak menentu. Penentuan arah dan pemilihan cara selalu menjadi bagian dari / harus menjadi bagian dari mahluk hidup yang namanya manusia, dan mungkin ini salah satu hal yang membedakan dengan mahluk lain. Dan hal ini selalu menjadi bagian yang paling sulit. Bayangkan bila dalam hidup tidak ada pilihan, tidak ada kegelisahan, mungkin hidup akan lebih monoton dan membosankan, bagaimana tidak, tujuan hidup kita adalah hanya untuk menunggu untuk mati.

Tapi tidak sedikit juga yang akhirnya menyerah terhadap hidup, dan bertanya-tanya untuk apa mereka dilahirkan untuk akhirnya dikecewakan oleh kehidupan. Kenapa harus mereka yang terpilih untuk mempunyai nyawa dari sekian juta sperma yang bertarung memperebutkan posisi di indung telur? Padahal mahluk – mahluk lain ciptaan Tuhan tidak ada yang sanggup untuk menjadi mahluk yang bernama manusia. Mungkin harus menjadi suatu kebanggaan bagi manusia sekaligus malapetaka. Dan orang-orang yang putus asa pun bisa mengambil langkah ekstrem untuk mensudahi penderitaan batin mereka. Nyawa yang dititipkan, mereka kembalikan ke pencipta-Nya.

“Bukan bunda salah mengandung..!”, memang bukan salah siapa pun atau kita tidak harus mencari – cari siapa yang harus bertanggung jawab dalam hal ini, walau kita ada yang dilahirkan memang karena diinginkan dan ada pula yang tidak sengaja harus hadir di bumi yang sudah tua ini. Kita tidak bisa menyalahkan orang tua yang menginginkan keturunan, di sisi lain apakah si anak punya pilihan? Segala sesuatu yang Dia ciptakan atau dihadirkan di alam semesta ini pasti ada maksudnya, termasuk kehadiran kita di muka bumi ini. Masalahnya mungkin segala “maksud” Tuhan ini biasanya tidak selalu mudah untuk didapat atau dimengerti oleh mahluk-Nya. Dia selalu memberi teka teki layaknya “big puzzle” yang harus diselesaikan oleh manusia. Memang hidup selalu menghadirkan pertanyaan yang harus coba dijawab ataupun ditebak. Dan salah seorang temanku bahkan mengistilahkan bahwa hidup adalah perjudian yang paling berat atau “The Great Gambling”, ya memang hidup layaknya bermain judi walaupun bermain judi di dunia nyata tetap dilarang.

Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam mengarungi hidup yang selalu menjadi pertanyaan baru, apakah memang hal-hal yang belum terjawab memang sudah direncanakan oleh Tuhan atau yang lebih sering disebut ditakdirkan. Dan kita selalu ditinggalkan lagi untuk menebak. Masa depan adalah hal yang tak pasti atau tidak menentu walau hidup itu sendiri adalah hal yang sangat pasti karena tidak sudah tidak dapat disangkal lagi. Layaknya seorang detektif, masing-masing dari kita harus menemukan petunjuk masing-masing untuk menjalani dan melanjutkan perjalanan hidup, dan ketika kita berhenti mencari petunjuk mungkin itulah awal malapetaka atau mungkin kita sudah merasa putus asa karena tidak juga menemukan jalan keluarnya.

Dalam “The Celestine Prophecy” atau manuskrip Celestine, diisyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi dengan kebetulan itu adalah pertanda yang mengarah ke suatu petunjuk dan akan terus bertemu dengan pertanda yang merupakan petunjuk selanjutnya. Segala sesuatu yang terjadi selalu ada maksudnya khususnya untuk kita, pelaku atau lakon pada kehidupan kita sendiri. Dan disebutkan selanjutnya bahwa kita akan mendapat pertanda tersebut bila kita memang sudah siap menerima petunjuk tersebut. Jadi hal yang wajib kita lakukan adalah bagaimana membuat diri kita siap untuk petunjuk selanjutnya. Permasalahannya apakah kita selalu tahu benar tentang kondisi kita sendiri? Kadang-kadang atau keseringan malah kita kurang yakin tentang kondisi kita sendiri, mungkin itu yang menyebabkan kita sebagai manusia butuh teman atau juga pasangan hidup, yang bisa merefleksikan diri kita atau sebagai cermin yang setidaknya bisa menjelaskan kondisi kita sebenarnya, mungkin.

to be continued...